PANTAI WEDI IRENG DAN TEKA-TEKI PASIRNYA

Wisata pantai Wedhi Ireng di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Wisata Banyuwangi - Dibandingkan pantai Pulau Merah, pantai yang satu ini jelas kalah populer, meskipun masih berada dalam satu jalur. Masalahnya lokasinya sulit terjangkau. Padahal keindahannya tidak kalah, oleh Teluk Hijau sekali pun. Bahkan ada kemiripan antara pantai Wedi Ireng dengan pantai Teluk Hijau. Bentuknya seperti huruf "W". Namun pantai Wedi Ireng memiliki garis pantai yang lebih panjang. Ada dua sisi pantai di Wedi Ireng, tapi dipisahkan oleh bebatuan di tengah pantai. 

Pantai Wedi Ireng letaknya di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Lokasinya yang tersembunyi menjadikan pantai ini belum banyak dirambah wisatawan. Meski tanpa tiket masuk, namun pengunjung wajib menjaga keasrian tempat ini dan membawa pulang sampah yang dihasilkan.

Jika pantai selatan umumnya terkenal dengan ombaknya yang tinggi, namun berbeda dengan Wedi Ireng, keindahan teluk berpasir putih diapit bukit-bukit hijau serta ombaknya yang landai akan menyambut kedatangan wisatawan. Anda pasti akan betah berlama-lama menikmati indahnya pantai wedi ireng ini. Teluk yang sunyi, pasir yang bersih, pepohonan besar nan rindang, hembusan angin pantai yang sepoi-sepoi dan birunya lautan adalah perpaduan sempurna yang memberi kedamaian dihati.
Sisi kiri Wedi Ireng
Sisi kanan Wedi Ireng
Keseluruhan view pantai Wedhi Ireng.

Pantai Wedi Ireng relatif masih belum banyak terjamah oleh wisatawan, jadi kondisi alamnya masih bener-bener masih alami. Keunikan pantai ini terletak pada beberapa elemen yang membentuknya, yaitu pasir halus putih, pasir coklat yang agak kasar dan hamparan batu karang yang menambah eksotisnya pantai Wedhi Ireng.

Pantai Wedhi Ireng, Banyuwangi.
Hamparan batu karang di pantai Wedi Ireng.
Indahnya Wedi Ireng di Banyuwangi.

Wisata pantai Wedhi Ireng, Pesanggaran, Banyuwangi.




Lalu dimana keterkaitan nama Wedi Ireng, yang berarti pasir yang berwarna hitam dengan kenyataan pasir pantainya yang terlihat berwarna putih kecoklatan?

Nama Wedi Ireng ternyata merefleksikan salah satu keunikan elemen yang terdapat pada pantai ini. Cobalah Anda keruk pasir pantainya, disana Anda akan menemukannya sekaligus menjawab rasa penasaran tentang keterkaitan nama Wedi Ireng untuk pantai yang indah ini. Dibalik pasir putih pantainya yang terlihat ternyata menyimpan butiran pasir hitam didalamnya. Inilah sebabnya pantai ini disebut dengan sebutan Pantai Wedi Ireng.

RUTE MENUJU PANTAI WEDI IRENG

Tidak sulit menemukan pantai Wedi Ireng, tapi dibutuhkan perjuangan untuk mencapainya.
Dari pusat kota Banyuwangi, jaraknya sekitar 65 km yang bisa ditempuh selama tiga hingga empat jam perjalanan. Dari Banyuwangi menuju ke Kecamatan Jajag dan ikuti petunjuk jalan menuju Pulau Merah. Wilayah Pedotan merupakan pusat keramaian terakhir dari jalan yang dilewati. Di sini dapat dibeli perbekalan dan keperluan pribadi karena selanjutnya tak ada pertokoan.

Sebelum Pulau Merah, ikuti petunjuk jalan menuju Pantai Pancer,  yang jaraknya sekitar 3 km dari Pulau Merah. Dari Pancer ada dua jalan menuju Wedi Ireng yang berjarak sekitar 2 km di sebelah barat. Pertama dari tempat pelelangan ikan Pancer lurus mengikuti jalan sekitar dua km. Anda jangan segan bertanya ke warga sekitar dan menitipkan kendaraan Anda di sana.

Pilihan jalan kedua, parkir kendaraan di sekitar TPI dan dilanjutkan dengan jalan kaki menuju muara sungai. Pilihan ini hanya direkomendasikan untuk penyuka petualangan karena harus menyebrangi muara, naik turun bukit serta melewati hutan. Di pagi hari, mudah saja melewati muara, karena air hanya setinggi betis. Namun di siang hari, laut pasang sehingga harus menyeberang dengan kapal nelayan, ongkosnya hanya Rp 5 ribu.

Setelah menyeberangi muara, ada dua jalan setapak. Pilih yang kanan atau jalan di sebelah barat dan dari sini Anda akan melewati bukit penuh pohon pisang sebelum masuk hutan. Sekitar 30 menit berjalan di bawah rerimbunan daun dan ditemani kicauan burung-burung liar, kondisi jalan cukup curam dengan kemiringan sekitar 80 derajat, sehingga harus ekstra berhati-hati. Selain itu sewaktu melewati semak belukar banyak ranting-ranting pohon yang berduri, karena itu jangan lupa untuk membawa sebatang kayu sebagai perlindungan diri dari duri-duri yang tajam.

Lelah perjalanan akan terbayarkan oleh pemandangan yang indah pantai Wedi Ireng di depan mata. 

Dari pantai Pancer bisa naik perahu nelayan ke pantai Wedhi Ireng.
Ojek perahu yang siap mengantarkan Anda menuju Pantai Wedi Ireng.
Bagi pengunjung yang tidak memiliki cukup waktu,  perjalanan menuju pantai Wedi Ireng ini bisa juga dilakukan menggunakan perahu milik para nelayan di Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran. Banyak perahu-perahu nelayan - mereka menyebutnya ojek perahu - yang siap mengantarkan Anda menuju 'surga' baru Wedi Ireng yang berlatar belakang pulau-pulau kecil. 

Dengan ongkos Rp 40 ribu, Anda bisa diantar jemput menggunakan perahu kecil. Namun bila hanya untuk mengantar atau menjemput di Pantai Wedi Ireng, nelayan hanya mematok harga Rp 25 ribu dengan perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit.

Selain itu, ojek perahu ini juga menawarkan beberapa trip laut di wilayah tersebut. Pengunjung diajak mengelilingi beberapa pulau, seperti Pulau Bedil, Pulau Mustika, Pasir Pendek, Batu Mukijo dan transit ke Pantai Wedi Ireng. Ongkosnya Rp 550 ribu untuk maksimal 6 orang.


AIR TERJUN PLOSOAN
  
Air terjun Plosoan di lokasi pantai Wedi Ireng, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.


Setelah Anda puas bermain dan menikmati keindahan Pantai Wedi Ireng di Banyuwangi, sempatkan untuk menengok air terjun Plosoan. Di sana ada air terjun yang meluncur turun di atas batu raksasa berwarna kehijauan. Jaraknya sekitar 1 km dari bibir pantai. Selain itu, pemandangan hutan di sepanjang jalan menuju air terjun ini, cukup rindang dan menyejukkan.




Penduduk setempat menyebutnya Air Terjun Plosoan. Karena batu yang dialiri air ini bentuknya seperti tikar atau keloso dalam Bahasa Jawa). Tingginya sekitar 10 meter dengan air mengalir di atasnya.

Yang menarik dari air terjun Plosoan ini adalah warna batu yang dialiri air berwarna hijau. Warna hijau ini bukan karena lumut tapi berasal dari batu yang alami. Warna batunya memang hijau asli sebab kalau lumut tentunya licin.

Apalagi saat kita sudah puas menikmati panasnya Pantai Wedi Ireng, menikmati air terjun ini serasa di surga, karena airnya sangat jernih dan segar.

Namun, butuh perjuangan untuk sampai ke sana. Jalan yang dilalui memang tidak terlalu mendaki. Namun medannya cukup sulit dengan semak belukarnya yang menghalangi perjalanan. Selain itu, menyebrangi anak sungai dan kayu-kayu tumbang juga menjadi tantangan saat menuju air terjun tersebut

Keberadaan air terjun ini masih sedikit yang mengetahui. Adalah Wagiman, seorang penduduk setempat bersama anaknya yang membuka akses jalan menuju Air Terjun Plosoan. Semoga ke depan ada perhatian dari pemerintah untuk turun tangan membangun fasilitas penunjang bagi wisatawan yang berkunjung ke Wedi Ireng maupun Air Terjun Plosoan.

TIPS MENUJU WEDI IRENG

- Jangan lupa membawa bekal air minum sebanyak mungkin, karena Anda pasti sangat kehausan sesampainya di pantai Wedi Ireng. Namun sekarang sudah ada beberapa warung yang menyediakan minuman dingin dan kelapa muda bagi pengunjung yang kehausan. 
- Tidak ada salahnya sewaktu masih di TPI Pancer membeli ikan sebagai bahan pengisi perut setelah melewati perjalanan yang sangat menyita energi. Tentu sangat mengasyikkan membakar ikan di tepi pantai sambil menikmati panorama indah sekeliling pantai.
- Siapkan kayu atau bambu untuk menyibak rimbunnya semak belukar yang dilewati di tengah hutan, sekaligus untuk melindungi badan dari duri-duri belukar yang tajam.
- Jangan meninggalkan sampah di pantai. Ingat, wisata ya wisata, ambil indahnya, jangan tinggalkan kotoran setelahnya.

SERUNYA BERSELANCAR LAYANG DI PULAU TABUHAN

Wisata Banyuwangi - Selain Pantai Plengkung dan Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi memiliki satu lagi lokasi surfing yang potensial, yaitu PulauTabuhan. Bedanya, surfing di Pulau Tabuhan jenisnya Kitesurfing (selancar layang) dan Windsurfing (selancar angin). Bedanya lagi, dua pantai pertama letaknya di selatan Banyuwangi, sedangkan Pulau Tabuhan di utara Banyuwangi. Kitesurfing di Pulau Tabuhan merupakan varian olahraga surfing yang memakai tambahan peralatan berupa parasut, layang atau layar untuk menjalankan dan menarik papan surfing. Hal ini menjadi keunikan di Pulau Tabuhan.

Kitesurfing adalah olahraga selancar di permukaan air yang menggabungkan beragam unsur, mulai dari selancar angin, selancar, paralayang, bahkan senam menjadi satu jenis olahraga. Kitesurfing memanfaatkan angin guna mendorong sang atlet untuk menaklukkan air dengan papan selancar kecil. Para atlet atau pengendara di papan selancar dihubungkan dengan sebuah layang-layang paralayang. Para atlet akan berlomba melintasi air dan terkadang di udara. Sedangkan windsurfing adalah olahraga dengan memanfaatkan tenaga angin untuk meluncur membelah air.
Lokasi terbaik untuk kitesurfing alias selancar angin di Indonesia adalah Pulau Tabuhan.
Kitesurfing 
Lokasi terbaik untuk kitesurfing alias selancar angin di Pulau Tabuhan Banyuwangi
Windsurfing
Di sepanjang perjalanan menuju pulau dengan pantai berpasir putih bersih ini, wisatawan bisa menikmati pemandangan menawan dengan gradasi warna laut, mulai hijau, biru muda sampai biru tua. Kejernihan airnya dan biota lautnya yang menawan akan memanjakan wisatawan yang gemar berolahraga air seperti snorkling.


Potensi Pulau Tabuhan sebagai lokasi kitesurfing, awalnya diketahui oleh salah seorang instruktur kitesurfing asal Belanda yang menetap di Bali, Jeroen Van Der Kooij. Selain laut yang masih bersih, tiupan anginnya mencapai 20-30 knot, sangat ideal untuk bermain kitesurfing maupun windsurfing. Bahkan Pulau Tabuhan dinilai sebagai tempat paling bagus di Indonesia untuk main selancar layang dan selancar angin. Selain tiupan anginnya kencang, lautnya juga tanpa ombak, sehingga bisa dimanfaatkan sepanjang tahun. Hal ini berbeda dengan di Bali, dimana kitesurfing baru bisa dilakukan jika terdapat angin besar.

Wisata Pulau Tabuhan, Banyuwangi.


















Standar kecepatan angin permainan kitesurfing mencapai 17–20 knot. Meski demikian, permainan bukan berarti tidak bisa dilakukan saat angin bertiup kencang. Kondisi tersebut bisa disiasati dengan menggunakan parasut yang ukurannya disesuaikan kecepatan angin. Semakin besar angin, parasut yang digunakan semakin kecil. Sebaliknya, jika angin cenderung kurang kuat, yang digunakan adalah parasut berukuran lebih besar. 

Lokasi Kitesurfing terbaik di Indonesia adalah Pulau Tabuhan, Banyuwangi.

Lokasi Pulau Tabuhan yang berada di tengah Selat Bali memberikan keindahan tersendiri bagi para kitesurfer. Selain dapat menikmati pemandangan berupa gunung di daratan Pulau Jawa, terlihat pula hijaunya Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Dua daratan tersebut memberikan pengaruh angin yang cukup kencang.


Pulau Tabuhan, Banyuwangi, tempat kitesurfing terbaik di Indonesia.

Untuk lebih mengenalkan potensi Pulau Tabuhan sebagai lokasi kitesurfing, Pemkab Banyuwangi  menggelar event Banyuwangi Summer Kitesurf Camp selama 2 hari pada 9-10 Agustus 2014,  yang diikuti 36 kitesurfers dari berbagai negara ini menjadi salah satu cara untuk mempromosikan pariwisata Banyuwangi.

Lokasi kitesurfing di Pulau Tabuhan, Banyuwangi terbaik di Indonesia

 


POTENSI WISATA PULAU TABUHAN
Pulau Tabuhan dilihat dari atas.
Pulau Tabuhan terletak persis di tengah Selat Bali yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Pulau Tabuhan masuk desa Bangsring kecamatan Wongsorejo kabupaten Banyuwangi. Disebut Pulau Tabuhan karena angin di daerah ini cukup kencang sehingga terdengar seperti tetabuhan musik.

Pulau Tabuhan merupakan salah satu potensi pariwisata Banyuwangi yang menyimpan pesona yang belum diketahui banyak orang. Pulau Tabuhan yang memiliki luas 5 hektare ini merupakan sebuah pulau kecil tidak berpenghuni yang berada di wilayah utara Banyuwangi. 


Pulau yang terletak di selat Bali ini bisa dikatakan unik. Pasalnya warna pasir di sepanjang garis pantai Selat Bali yang meliputi pesisir barat Bali dan pesisir timur Banyuwangi, pada umumnya pasirnya berwarna gelap, namun Pulau Tabuhan ini memiliki pasir berwarna putih, ditambah airnya yang jernih seakan melambaikan tangan mengajak kita menikmati keindahan suasana di sepanjang garis pantainya.

Hamparan pasir bersih nan putih, air laut yang bening, dan terumbu karang yang berbagai macam bentuknya, membuat para pengunjung yang datang ke Pulau Tabunan benar-benar tersihir dengan parasnya. Ditambah ombak yang lirih, angin pantai yang sepoi-sepoi, dan luasnya hamparan laut menjadikan paket tersendiri untuk anda yang ingin sekedar jauh sejenak dari kebisingan kota untuk mencari sebuah ketenangan.

Warna air yang terdapat di pantai pulau Tabuhan ini terbagi dalam tiga degradasi warna, yaitu putih, hijau, dan biru, sesuai dengan jenis biota dan kedalaman lautnya.  Warna bening untuk pantai dangkal dan karena dibawahnya terhampar pasir yang putih, warna hijau untuk pantai dengan kedalaman sedang dan karena di bawahnya terletak terumbu karang, rumput laut dan alga, sedangkan warna biru untuk perairan yang cukup dalam, dan karena dibawahnya terdapat berbagai jenis terumbu karang.


Satu-satunya sarana transportasi yang menuju Pulau Tabuhanadalah menggunakan boat atau perahu nelayan yang bisa ditempuh dalam waktu 25-30 menit dari Pantai Kampe, Desa Bangsring kecamatan Wongsorejo. Sewa perahu tersebut berkisar Rp 300-500ribu untuk penyeberangan pulang pergi, dengan kapasitas maksimal 12 orang. Harga sewa ini tidak ada patokannya, tergantung kesepakatan antara nelayan dan wisatawan. Sebaiknya Anda berangkat pagi hari agar bisa puas menikmati Pulau Tabuhan.

Selain Pantai Kampe sebagai spot pemberangkatan, Anda juga bisa mencapai Pulau Tabuhan melalui Pantai Bangsring di Kecamatan Wongsorejo. Dari sini akses menuju Pulau Tabuhan lebih dekat karena berhadap langsung. Selain itu Pantai Bangsring memiliki fasilitas yang memadai. Selain dilengkapi gazebo, tersedia moda perahu yang bisa dijadikan sarana transportasi menuju ke Pulau Tabuhan setiap saat. Sebelum ke Pulau Tabuhan, sempatkan waktu untuk lebih dulu menikmati keindahan Pantai Bangsring. Pantai ini cocok untuk olahraga menyelam, apalagi terdapat terumbu karang yang ditangani secara swakelola oleh kelompok nelayan dan warga pesisir Bangsring.


Mercusuar di Pulau Tabuhan, Banyuwangi.
Mercusuar di Pulau Tabuhan
Di sepanjang perjalanan menuju Pulau Tabuhan, Anda bisa menikmati pemandangan menawan gradasi warna laut mulai hijau, biru muda sampai biru tua. 

Begitu menjejakkan kaki di Pulau Tabuhan Anda akan disambut dengan hamparan pasir  putih yang mengelilingi seluruh pulau, hamparan luas batu karang dan coral reef yang sangat menyejukkan mata, mercusuar yang menjulang tinggi yang berada di sisi timur, lalu lalang burung camar yang terbang melayang diderunya air laut. Anda juga bisa menjumpai beraneka biota laut, bintang laut, ganggang laut, gurita dan ikan-ikan kecil yang berlompatan yang seolah-olah sedang menyambut kedatangan para wisatawan di Pulau Tabuhan.

Keindahan Pulau Tabuhan, Banyuwangi.

Dengan keindahan alam sekitarnya dan kejernihan airnya, menjadikan Pulau Tabuhan ini cocok untuk berjemur, sekedar berenang di pinggir pantai atau yang suka kegiatan bawah laut seperti scuba diving. Air yang sangat jernih dan kedalaman laut yang tidak terlalu dalam akan menggoda Anda untuk menengok keindahan bawah lautnya. Dengan ber-snorkeling Anda bisa menikmati keindahan bawah laut yang eksotis, ribuan spesies ikan, bunga karang, udang karang dan berbagai tumbuhan laut, termasuk terumbu karang yang terjaga dengan baik dan dipantau secara berkala oleh penggiat terumbu karang.

Kitesurfing dan windsurfing di Pulau Tabuhan, Banyuwangi.


Burung Maleo
Para wisatawan di Pulau Tabuhan juga dapat menikmati kekayaan flora dan fauna. Dengan luas  sekitar 5 hektare, Pulau Tabuhan menjadi tempat favorit bagi berbagai jenis binatang, termasuk satwa yang dilindungi. Salah satu satwa yang menjadi pelanggan tetap di Pulau Tabuhan adalah burung Maleo yang berasal dari Pulau Sulawesi dengan ciri-ciri berwarna hitam, ukuran badannya sekitar 55 cm, kulit sekitar mata berwarna kuning, dan kaki berwarna abu-abu. 

Kedatangan burung maleo ini merupakan rutinitas bagi burung untuk melakukan migrasi. Burung maleo biasa bersarang di daerah pasir yang terbuka dan hangat. Tujuannya, untuk menetaskan telur, yang akan menjadi cikal-bakal bayi burung. Makanan burung maleo antara lain ,biji-bijian, semut, dan berbagai jenis hewan kecil. Inilah alasan mengapa Pulau Tabuhan menjadi tempat favorit burung maleo.

Enggang Gading
Selain burung maleo, Pulau Tabuhan juga menjadi arena singgah bagi burung Enggang Gading. Hewan yang masuk daftar satwa dilindungi ini memiliki ciri bagian perut, kaki, dan ekor, berwarna putih. Panjang burung enggang gading sekitar 60 cm. Tetapi ditambah panjang bulu, bisa mencapai 160 cm. Burung enggang gading sudah terbiasa hilir mudik di Pulau Tabuhan, kata para nelayan yang sering singgah di Pulau Tabuhan. Burung lain yang kadang-kadang mampir berada di Pulau Tabuhan adalah burung jalak, burung yang menjadi maskot Pulau Bali.

Setigi
Selain kaya akan fauna. Pulau Tabuhan juga memiliki daya tarik flora. Diantaranya tanaman Setigi yang menjadi primadona di Pulau Tabuhan. Selain masuk dalam perlindungan, tanaman setigi juga banyak diburu oleh para penggemar bonsai.

Oleh karena itu, bagi anda para pecinta snorkling dan penikmat wisata pantai, jangan sampai melewatkan datang ke Pulau Tabuhan, menikmati eloknya terumbu karang, ikan hias, dan rumput laut, serta dapatkan pemandangan laut bersih dan luas dengan ombak yang cantik dan pasir pantai yang putih. Sempurna!

RUTE JALAN MENUJU PULAU TABUHAN

GENTENG -> ROGOJAMPI -> BANYUWANGI KOTA -> WATUDODOL -> BANGSRING -> PANTAI KAMPE BANGSRING -> PULAU TABUHAN.

Ada 3 opsi penyeberangan ke Pulau Tabuhan :

1  Dari Watudodol sewa perahu nelayan.

2. Dari Bangsring (ada 2 paket penyebrangan Rp. 350rb untuk 4 org atau Rp.500rb untuk 10org termasuk peralatan snorkling (Pelampung+kacamata snorkling))

3. Dari pantai kampe tarif  Rp 500rb untuk 10 orang (alat snorkling sewa sendiri).

KE PULAU TABUHAN VIA BANGSRING UNDERWATER (BUNDER)

Ada rute (jalur) baru menuju Pulau Tabuhan yaitu melalui Bunder (Bangsring Underwater). Kelebihan rute ini, selain memiliki fasilias bilas, penyewaan alat-alat snorkling, kamera underwater,dan alat diving, juga jaraknya lebih dekat menuju pulau tabuhan di banding melalui Pantai Kampe.

Pihak pengelola Bangsring Underwater menawarkan beberapa paket penyeberangan ke Pulau Tabuhan plus fasilitas keselamatan dan juga wisata snorkling underwater yang terumbu karangnya sudah bisa dijangkau mulai kedalaman 1 meter - 5 meter.Mereka mengklaim, dengan menggunakan jasa Bunder, pengunjung sekaligus ikut memberi sumbangan bagi pengembangan wisata Pulau Tabuhan, karena sebagian dari biaya akan didonasikan untuk perbaikan lingkungan pesisir dan biaya pengawasan Pulau Tabuhan dari pencuri pasir dan pohon santegi disana.


Harga Paket Resmi plus donasi perbaikan pesisir dan pengawasan Pulau Tabuhan per Agustus 2014 :

1 Kapal wisata dengan kapasitas maximal 10 orang Rp. 450.000,- plus guide lokal
1 Kapal Wisata dengan kapasitas maximal 15 orang Rp. 550.000,- plus guide lokal
1 Perahu dengan kapasitas maximal 4 orang Rp. 300.000,-
1 pack alat snorkling Rp. 25.000,-
1 pack kamera underwater Rp. 150.000,-
1 Chasing WaterProof Rp. 15.000,-

Bagi Anda yang berminat, dapat menghubungi pengelola Bunder, yaitu kelompok wisata Samudera Bakti via sms: 08123351548 atau 085203244444 dan email: merdekamerdeka@ymail.com

SEBUTAN ATAU JULUKAN KOTA BANYUWANGI

Berbagai Sebutan atau julukan untuk kota BanyuwangiWisata Banyuwangi - Banyuwangi, selain dikenal memiliki keragaman budaya, kesenian dan tradisi, juga menyimpan kekayaan tempat wisata yang luar biasa, mulai dari dataran tinggi, pantai dan kawasan hutan dengan kekayaan flora dan fauna yang tak ternilai. Dengan segala potensi dan sumber daya yang dimilikinya, tidak heran kalau kemudian muncul berbagai sebutan atau julukan untuk kabupaten Banyuwangi.

Diantara berbagai julukan tersebut, ada yang populer dan telah melekat di hati masyarakat Banyuwangi, ada yang sempat populer sesaat kemudian ditinggalkan atau tidak digunakan lagi, namun ada juga sebutan untuk Banyuwangi yang kurang memasyarakat, meskipun sebetulnya sebutan atau julukan tersebut masuk akal dan pantas disematkan untuk Banyuwangi.

Inilah berbagai sebutan atau istilah yang pernah ada, yang pantas disandang atau yang sangat populer bagi kabupaten Banyuwangi.

1. Banyuwangi Kota Pisang
Banyuwangi Kota Pisang
Banyuwangi pernah dikenal sebagai kota pisang. Sebutan ini bermula dengan banyaknya tanaman pisang di Banyuwangi sekitar tahun 1980-an. Pada saat itu penduduk Banyuwangi banyak yang menanam pohon pisang di pekarangan rumah maupun kebun miliknya. Salah satu pisang Banyuwangi yang populer adalah pisang sobo, yang di daerah lain disebut pisang kapok atau pisang kapuk. 

Memasuki era 90-an pohon pisang mulai berkurang. Puncaknya terjadi pada tahun 2003, akibat serangan mematikan virus trichodarma, ribuan pohon pisang di banyuwangi sulit berbuah dan berkembangbiak, dan akhirnya mati. Buntutnya, produksi pisang Banyuwangi menurun drastis. Dari 86 ribu ton di tahun 2002, tinggal 32 ribu ton pada tahun 2003. Hal ini diikuti berkurangnya luas lahan pohon pisang dari 6,2 ribu hektar menjadi 2,5 ribu hektar.

Bersama dengan hilangnya pohon pisang, sebutan sebagai kota pisang pun tinggal gemanya saja. Pada saat ini, generasi muda Banyuwangi lebih mengenal pisang Banyuwangi lewat penganan ringan sale pisang atau keripik pisang kapok merah, sebagai salah satu jenis oleh-oleh khas Banyuwangi. Setidaknya hal ini bisa dimaknai sebagai bentuk upaya pelestarian sisa-sisa kejayaan pisang Banyuwangi di masa lalu.

2. Banyuwangi Lumbung Padi
Banyuwangi Lumbung Padi
Prestasi Banyuwangi sebagai daerah produsen padi sudah teruji. Jika Jawa Timur adalah lumbung padi nasional, karena tercatat sebagai provinsi penghasil beras tertinggi di Indonesia, sebanyak 1,1 juta ton, maka Banyuwangi adalah lumbung padi Jawa Timur. Bahkan sumbangsih produksi beras dari banyuwangi cukup signifikan dalam menyokong penyediaan beras nasional. 

Produktivitas beras Banyuwangi adalah 6,5 (kw/ha) kuintal per hektare  hingga 6,7 (kw/ha). Angka tersebut melampaui produktivitas padi nasional yakni 5,9 kw/ha hingga 6,00 kw/ha. 
Pada tahun 2011, akibat serangan hama ganas produksi padi Banyuwangi memang sempat menurun menjadi 761.300 ton dari tahun sebelumnya  2010 sebesar 833.913 ton. Namun, meski produksi beras anjlok, tapi produktivitasnya tetap naik. Bahkan di tahun 2012 lalu, Kabupaten Banyuwangi mampu bangkit dengan produksi berasnya diprediksi mencapai 900 ton.

Atas prestasi Banyuwangi mempertahankan predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional, pada tahun 2012 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan penghargaan peningkatan produksi beras nasional (P2BN) kepada Bupati Banyuwangi. Kabupaten Banyuwangi dinilai berhasil memberikan kontribusi pada produksi beras nasional sekaligus berhasil meningkatkan produktivitas beras.

Sukses Banyuwangi sebagai lumbung padi ini tidak terlepas dari peran tempat penggilingan yang tersebar di berbagai penjuru Banyuwangi. Dari 24 kecamatan di Banyuwangi, lebih dari 30 tempat yang memiliki tempat penggilingan gabah dalam skala raksasa. Diperkirakan, jumlah keseluruhan mencapai lebih dari 100 tempat penggilingan padi, baik yang berskala besar, sedang maupun kecil. 

Jadi, predikat sebagai kota penghasil padi pantas disandang Banyuwangi.

3. Banyuwangi Kota Bahari

Banyuwangi Kota Bahari
Sebutan sebagai kota bahari juga pantas disandang Banyuwangi. Hal ini didukung oleh fakta-fakta berikut :
-  Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang 175,8 km yang membentang dari timur hingga ke selatan, yaitu antara Kecamatan Wongsorejo hingga Kecamatan Pesanggaran, yang merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan industri dan pariwisata.
- Banyuwangi memiliki sejumlah pantai yang terkenal dengan keindahan dan keunikannya. Misalnya Pantai Plengkung yang disukai para selancar profesional karena ombaknya yang berkelas dunia, begitu juga dengan pantai Pulau Merah yang tekstur pantai dan gelombangnya tidak kalah menawan, terdapat Penangkaran penyu di Sukamade dan pantai Ngagelan, Gugusan karang yang indah di Wongsorejo, hutan mangrove di Bedul yang memiliki 27 jenis mangrove terlengkap di Indonesia, pantai Rajekwesi yang pasirnya memiliki kandungan biji besi, pantai Pancur dengan pasir gotrinya, pantai Triangulasi dengan pasir putihnya dan keindahan panoramanya, pantai Parang Ireng dengan pasirnya yang hitam legam, pantai Teluk Hijau dengan airnya yang berwarna kehijauan.
- Keberadaan Muncar sebagai daerah penghasi ikan terbesar kedua di Indonesia setelah Bagan siapi-api di Sumatera utara. Bahkan menurut data terakhir, produksi ikan Banyuwangi sudah melampaui Bagan Siapi-api. Ini berarti, saat ini Banyuwangi adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia.
- Banyuwangi juga memiliki wilayah tambak udang seluas 1.380 hektare dengan produksi 10 ton per tahun, yang mencukupi 30% dari kebutuhan di Jawa Timur.
- Sebagai daerah penghasil ikan terbesar, Banyuwangi juga identik dengan kuliner seafoodnya. Salah satunya pantai Blimbingsari yang terkenal dengan sajian ikan bakarnya. Belum lengkap ke Blimbingsari kalau belum menikmati ikan bakarnya. Keberadaan rumah makan sampai warung tenda di pinggir jalan yang menawarkan menu masakan laut banyak dijumpai di berbagai tempat di Banyuwangi.

4. Banyuwangi Kota Petualangan
Banyuwangi Kota Petualangan
Banyuwangi adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang terdapat 3 Taman Nasional di wilayahnya. Yaitu Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Baluran. 

Secara geografis Banyuwangi juga memiliki potensi alam yang lengkap: di sebelah barat terdapat gugusan pegunungan Ijen, laut Selat Bali di sebelah timur, hutan belantara di sisi selatan dan utara, dan pantai dengan ombak yang bergulung-gulung di sebelah selatan yang berbatas dengan lautan Hindia.


Kondisi tersebut menunjukkan kekayaan alam Banyuwangi yang luar biasa, yang sangat potensial dikembangkan sebagai industri pariwisata yang menawarkan sejuta petualangan. Banyuwangi dengan kekayaan laut, gunung dan hutan adalah surganya wisata petualang alam yang lengkap.


5. Banyuwangi Ijo Royo-Royo

Banyuwangi Ijo Royo-Royo
Banyuwangi Ijo Royo-Royo (BIRR) adalah suatu program penghijauan dari Pemkab Banyuwangi dibawah pimpinan Bupati Ratna Ani Lestari yang bertujuan untuk menciptakan Banyuwangi yang indah, teduh, sejuk dan ijo royo-royo, tidak banjir ketika hujan karena semua wilayah sudah ditanami pohon-pohon penahan erosi, sehingga diharapkan ke depan Banyuwangi bebas dari banjir.
Sangat disayangkan, program yang pro lingkungan sehat dan bersih ini kurang mendapat dukungan semua pihak. Tujuan menciptakan lingkungan yang bersih bertolak belakang dengan buruknya penanganan sampah, sehingga justru menimbulkan permasalahan lingkungan. Alih-alih mendapat penghargaan Adipura, justru Banyuwangi pernah dinobatkan sebagai kota terkotor pada tahun 2011 selama pelaksanaan program ini. Sangat ironis memang.

6. Bumi Blambangan
Banyuwangi adalah Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi.
Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di pulau Jawa. 

Keruntuhan Blambangan dimulai dengan invasi VOC untuk menguasai bumi Blambangan yang sebelumnya menjalin hubungan dagang dengan Inggris. VOC tidak menginkan Blambangan yang saat itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan dikuasai Inggris. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772).

Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan VOC, yang sekaligus menandai berakhirnya kerajaan Blambangan. Selanjutnya VOC mengangkat R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama. 

Dan peristiwa perang Puputan Bayu yang mencapai puncaknya pada tanggal 18 Desember 1771 ini, kemudian dijadikan sebagai hari jadi Banyuwangi.


Dengan demikian, menyebut Banyuwangi sebagai bumi Blambangan sesungguhnya menyiratkan upaya mengingatkan generasi muda Banyuwangi untuk tidak melupakan tentang sejarah, asal-usul dan latar belakang berdirinya Kabupaten Banyuwangi yang kita kenal sekarang. Bahwa Banyuwangi tidak lain adalah Blambangan di masa lampau.


7. Banyuwangi Kota Gandrung
Banyuwangi Kota Gandrung
Gandrung adalah kesenian tari yang sangat populer di Banyuwangi. Kata "Gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. 

Tari Gandrung lahir dan tumbuh pesat di Banyuwangi. Di sekolah-sekolah, tarian ini banyak diajarkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler, begitu juga di masyarakat banyak sanggar-sanggar tari yang melestarikannya. Tari Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, petik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi. 


Maka tidak heran tarian ini sangat populer dan telah menjadi ciri khas dari daerah Banyuwangi, hingga tidak salah jika Banyuwangi sering diidentikkan dengan Gandrung, dan di berbagai sudut wilayah Banyuwangi banyak dijumpai patung penari Gandrung, salah satunya di pantai Dodol. 

Dewasa ini Gandrung telah menjadi ikon atau maskot pariwisata Banyuwangi. Pada event tahunan Banyuwangi Festival, tari Gandrung dipertunjukan dalam bentuk pagelaran tarian massal dengan nama Gandrung Sewu. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap keberadaan kesenian Gandrung sebagai identitas kota Banyuwangi sebagai Kota Gandrung.


8. Banyuwangi Kota Osing
Banyuwangi Kota Osing
Banyuwangi yang memiliki topografi yang unik dan penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yang secara dominan membentuk stereotype karakter Banyuwangi, yaitu Jawa Mataraman, Madura – Pandalungan (Tapal Kuda) dan Osing. Meskipun secara proporsi bukan merupakan penduduk mayoritas, suku osing adalah penduduk asli Banyuwangi. Orang-orang Osing adalah masyarakat Blambangan yang tersisa. Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku osing mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang berbeda dari masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali).

Keberadaan budaya dan kesenian suku osing mendapat mendapat tempat di hati masyarakat, tumbuh subur dan terus berkembang di Banyuwangi sampai sekarang. Dalam berbagai acara budaya dan pariwisata, seni dan budaya Osing selalu ditampilkan sebagai salah satu bagian pertunjukan. Bahasa osing pun banyak digunakan dalam pergaulan sehari-hari, bahkan oleh mereka yang bukan keturunan osing sekalipun. Berdasarkan data tahun 1987, dari jumlah 175 Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi, 94 diantara penduduknya menggunakan bahasa Osing. 

Ini menunjukkan bahwa suku osing dan budayanya telah diakui dan diterima sebagai elemen khas orang Banyuwangi. Banyak generasi muda Banyuwangi yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai Laros, lare osing, sebagai identitasnya. Barangkali sebuah kebanggaaan yang sama seperti halnya orang Malang yang menyebut dirinya Arema.

9. Banyuwangi Kota Santet
Banyuwangi Kota Santet
Barangkali diantara sejumlah sebutan untuk Banyuwangi, predikat sebagai kota santet ini yang paling menimbulkan kontroversi. Suka atau tidak, sebutan ini masih melekat di dalam benak orang di luar Banyuwangi. Bahkan pada  sebagian orang Banyuwangi sendiri. Misalnya dengan mengabadikan dalam tulisan The Santet Java pada kaos oblong. 
Label sebagai kota santet bermula dari peristiwa memilukan ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet atau yang dikenal luas masyarakat dengan "Tragedi Santet" Tahun 1998.

Akibat peristiwa itu Banyuwangi pun populer disebut sebagai Kota Santet, yang berdampak sangat merugikan citra masyarakat Banyuwangi secara keseluruhan. Stigma negatif pun menjadi melekat pada setiap orang Banyuwangi. Dengan sebutan yang menakutkan itu, secara psikologis membuat orang menjadi takut pergi ke Banyuwangi. Begitu juga bagi orang Banyuwangi yang merantau di luar daerahnya, keberadaannya sering menimbulkan sikap curiga dari orang di sekelilingnya ketika mengetahui asal daerahnya.

Peristiwa kelam itu sudah lama berlalu namun kesan dan sebutan Banyuwangi sebagai kota santet masih bertahan sampai sekarang. Hal ini seakan-akan menggambarkan bahwa penggunaan ilmu santet  dainggap wajar dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat di Banyuwangi sehari-harinya.
Meskipun harus diakui santet itu memang ada di tengah masyarakat Banyuwangi, namun orang luar sering salah kaprah dalam memahami santet Banyuwangi dengan hanya mengaitkan dengan ilmu sihir.

Padahal ilmu santet dalam masyarakat Banyuwangi yang lebih banyak berkembang adalah ilmu santet yang berkaitan dengan pengasihan, yaitu cara bagaimana menimbulkan rasa simpati orang lain kepada yang menggunakan jasa ilmu tersebut. Bukan jenis santet merah yang bertujuan melumpuhkan orang secara fisik dan batinnya, atau santet hitam yang bertujuan menghilangkan nyawa orang lain. Dan yang lebih penting, penggunaan santet hanya dilakukan sebagian kecil orang, dan bukan merupakan kebiasaan atau budaya orang Banyuwangi. Bahwa ada sebagian masyarakat Banyuwangi yang akrab dengan dunia santet,  itu tidak mewakili tipikal keseluruhan masyarakat Banyuwangi.
   
Di sisi lain, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa yang namanya santet itu di Indonesia juga banyak terdapat di berbagai daerah lain. Karena itu penyebutan kota santet untuk kota seindah Banyuwangi sangat tidak tepat, tidak beralasan, dan tidak seharusnya digunakan lagi, karena tidak ada manfaat yang diperoleh. 

10. The Sunrise of Java
Banyuwangi The Sunse of Java
Ini adalah sebutan baru untuk  Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggunakan tagline baru tersebut untuk mempromosikan Banyuwangi sebagai destinasi wisata. Sebutan Banyuwangi The Sunrise of Java ini menggambarkan bahwa Banyuwangi merupakan tempat terbitnya mentari pagi pertama di Pulau Jawa. Di saat orang-orang di kota lain di pulau jawa masih terlelap dalam tidurnya, masyarakat Banyuwangi sudah menikmati hangatnya sinar mentari pagi. Letak Banyuwangi yang berada di ujung paling timur Pulau Jawa, sangat pas dengan dengan jargon ini. Karena tidak ada satu pun daerah lain di Pulau Jawa yang bisa mengklaimnya selain Banyuwangi.

Di belahan dunia mana pun, spot terbaik dan paling favorit untuk melihat sunrise atau matahari terbit adalah pantai atau pegunungan. Selain memiliki Gunung Ijen, Banyuwangi yang memiliki garis pantai terpanjang di Jawa Timur ini, menjanjikan banyak pilihan spot untuk melihat sunrise. Banyak tempat strategis untuk melihat sunrise di Banyuwangi, diantaranya pantai Cacalan, pantai boom, G Ijen, pantai Bama di Taman Nasional Baluran, pantai Grajagan, dan gunung Ijen.

11. Banyuwangi Kota Kopi
Banyuwangi Kota Kopi
Dari semua julukan untuk Banyuwangi, mungkin yang masih belum banyak diketahui dan perlu banyak sosialisasi adalah sebutan Banyuwangi Kota Kopi. Banyuwangi sebagai Kota Kopi bukanlah sebutan yang mengada-ada. Ada berbagai alasan yang kuat untuk mengukuhkan sebutan Kota Kopi untuk Banyuwangi, diantaranya :

1. Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil kopi berkualitas tinggi. Kopi Banyuwangi telah diakui sebagai salah satu kopi terbaik di dunia. Kualitas kopi Banyuwangi berada di peringkat 4 setelah Jamaica, Hawai dan Toraja. Pada ajang Miss Coffee International 2012 yang berlangsung di Bali, para peserta yang berasal dari seluruh dunia diajak berkunjung ke Banyuwangi untuk mengenal kopi Banyuwangi. Mereka belajar menyangrai dan meracik kopi di desa Kemiren, dan meninjau perkebunan kopi di lereng gunung Ijen. Dipilihnya Banyuwangi karena dianggap memiliki kopi Robusta dan Arabica dengan kualitas rasa yang unik untuk dikenalkan kepada dunia. Ini menunjukkan bahwa kopi banyuwangi, selain mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, juga memiliki kualitas yang baik

2. Kopi Banyuwangi memiliki cita rasa yang khas dan unik, terutama kopi yang dihasilkan dari perkebunan yang berada di sisi timur dan sisi barat Gunung Ijen. Kopi yang dihasilkan antara sisi barat dan timur Gunung Ijen memiliki rasa yang berbeda. Perkebunan di sisi Timur menghadap laut dipengaruhi angin laut dan mendapat sinar matahari yang lebih banyak, sehingga kadar garamnya tinggi. Sebaliknya perkebunan di sisi barat dipengaruhi oleh angin gunung. Namun keduanya menghasilkan kopi yang sama enaknya dan bercita rasa tinggi.

3. Budaya minum kopi telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banyuwangi. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya cafe, baik yang berupa kedai kopi/coffee shop maupun keberadaan warung kopi kaki lima yang tersebar di semua daerah/kecamatan Banyuwangi.

4. Menurut data, produksi kopi Banyuwangi yang merupakan komoditas eksport yang diusahakan oleh perkebunan besar / negara / swasta seluas 5.445 Ha dengan produksi 3.065 ton, sedang perkebunan rakyat seluas 5.138 Ha dengan produksi sebanyak 3.667 ton, dengan varietas / klon robusta, yang diusahakan pada ketinggian sampai 700 meter diatas permukaan laut, sedang pada daerah diatas 700 sampai dengan 1000 meter diatas permukaan laut diupayakan untuk klon arabika. Sumber lain menyebutkan, pada tahun 2006 komoditas kopi Banyuwangi yang berada di dalam kawasan hutan produksi menghasilkan kontribusi sebesar 10.643 ton atau setara dengan Rp 247.230.000.  

5. Untuk memperkenalkan potensi Banyuwangi sebagai penghasil kopi terbesar di Jawa Timur kepada masyarakat luas, pada 10 Desember 2011 diadakan Festival Sangrai Kopi masal  di jalanan desa Kemiren sepanjang 1 km yang diikuti 270 peserta. Kegiatan tersebut tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai Rekor Menyangrai Kopi Terpanjang dan Terbanyak di Indonesia.   

Fakta pendukung lain yang memperkuat positioning Banyuwangi sebagai Kota Kopi adalah adanya tradisi yang disebut MANTEN KOPI di lingkungan perkebunan kopi, khususnya di PTP Nusantara XII, Kebun Kaliselogiri, Kalipuro, Banyuwangi. 

Di awal musim giling kopi di di PT Perkebunan Nusantara XII Kebun Kaliselogiri, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi ada aktifitas yang disebut RITUAL MANTEN KOPI sebagai wujud panjatan doa masyarakat kepada Tuhan YME, supaya selama proses giling dijauhkan dari berbagai marabahaya serta diberi limpahan rezeki.

Prosesi manten kopi ini  mempertemukan biji kopi “wedok” atau perempuan (terbelah) dengan kopi “lanang” atau laki (bundar).Pertemuan sampel biji kopi wedok dengan biji kopi lanang tersebut diwujudkan dalam bentuk kontrak atau janji antara asisten tanaman (kepala afdeling) dengan manajer kebun yang dulu lebih akrab disapa dengan administrator (adm).

Sebagai kepala afdeling punya tanggung jawab moral kepada manajer kebun supaya terus menjaga kualitas dan kuantitas biji kopi yang dipanen dari kebun yang berada di lereng Gunung Ijen tersebut.
Biji kopi yang berkualitas adalah biji kopi yang dipanen saat biji kopi sudah berwarna merah. Di sinilah asisten tanaman bertanggungjawab untuk tetap menjaga kualitas  biji kopi dengan jumlah produksi yang lebih besar lagi.

Setelah ditandai acara penyerahan biji kopi wedok dan kopi lanang, ritual dilanjutkan dengan memasukkan biji-biji kopi tadi ke mesin penggilingan. Saat itulah penari gandrung dengan iringan musiknya yang rancak menuju ruangan sortasi.

Di ruangan ini tiga penari paju gandrung (tradisional) manari tiada henti. Sebagai kelengkapannya, pihak kebun menyiapkan beberapa sesaji, di antaranya kepala sapi lengkap dengan “ugo rampenya” (perlengkapan sesaji). Setelah itu, para undangan dan seluruh keluarga besar kebun kembali berkumpul di aula untuk menikmati sajian makanan berupa bubur merah, polo pendem, dan  nasi tumpeng. Tidak lupa ayam engkung, yakni ayam kampung utuh yang disajikan setelah diberi rempah- rempah.

Sebelum acara makan bersama dimulai, kegiatan ditutup terlebih dahulu dengan doa bersama yang dipimpin pemuka masyarakat setempat. Kegiatan pentas penari gandrung tradisonal akan dilanjutkan lagi pada malam harinya, selama semalam suntuk.

Menurut Sigit Prakoso, Manajer PTPN XII,  ritual manten kopi di Kebun Kali Selogiri sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Selain sebagai ungkapan rasa syukur dengan tibanya musim panen kopi, ritual tersebut juga dimaksudkan untuk mempererat tali silaturahim sesama keluarga kebun.  

- Sebutan Kota Kopi atau The City of Coffee ini jika dimasyarakatkan, akan menjadi sebutan pertama dan satu-satunya bagi kota di Indonesia. Sesuai dengan Wikipedia Indonesia, belum ada satu pun kota di Indonesia yang mempunyai julukan atau sebutan sebagai Kota Kopi. Sebagai Kota Kopi, Banyuwangi punya slogan "Sekali Seduh, Kita Bersaudara." Ini menunjukkan bahwa kehangatan secangkir kopi mampu menjadi perekat kebersamaan, meskipun satu sama lain tidak saling mengenal sebelumnya.
      

Dengan sekilas paparan di atas, maka cukup beralasan bila masyarakat Banyuwangi mengklaim daerahnya sebagai KOTA KOPI. Dalam artian sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbanyak di Indonesia, dan mempunyai kualitas kopi internasional, masyarakatnya memiliki kebiasaan minum kopi, dan Banyuwangi juga memiliki salah satu tester dan juri Kopi internasional yang mumpuni, yaitu Setiawan Subekti.

12. Banyuwangi Kota Festival
Banyuwangi kota festival
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian  kegiatan yang dikemas dalam tajuk BANYUWANGI FESTIVAL.

Di kota lain juga punya acara festival. Tapi Festival Banyuwangi berbeda. Karena berlangsung selama 4 bulan berturut-turut, dengan tema dan segmen beragam.

Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, etnik budaya, fashion, sport tourism sampai religi.

Dalam Banyuwangi Festival berbagai ragam acara disajikan sebagai bentuk etalase besar dari potensi wisata dan kekayaan budaya Banyuwangi yang beragam, lengkap dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya yang terbuka, egaliter, dan mempunyai jiwa seni yang kuat. Sedikitnya ada 8 acara festival yang diadakan di Banyuwangi dalam satu tahun. Diantaranya Banyuwangi Ethno Carnival, Festival Batik, Festival Anak Yatim, Festival Jazz, Festival Kemiren, Festival Pemuda, Festival Kuliner, dan Festival Kuwung.

Sehingga tidak salah jika Banyuwangi disebut sebagai satu-satunya kota yang mempunyai agenda festival terbanyak di Indonesia. Banyuwangi adalah Kota Festival sesungguhnya.

13. Banyuwangi Kota Penyu
Banyuwangi patut disebut sebagai Kota Penyu karena ada 4 jenis penyu langka yang bertelur di Banyuwangi.
Tahukah Anda bahwa enam di antara tujuh jenis penyu di dunia ternyata berada di Indonesia. Yang lebih hebat lagi, empat di antaranya bisa ditemui di Kabupaten Banyuwangi. Keempat penyu tersebut yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), dan penyu lekang (Lepidochelys olivace). 

Di Banyuwangi terdapat sejumlah tempat yang menjadi lokasi penyu mendarat dan bertelur, seperti Pantai Sukamade, Pantai Rajegwesi, Pantai Ngagelan, Pantai Cemara Udang Pakis Rowo, Pantai Boom, dan Pantai Pulau Santen. Selain itu juga terdapat tempat penangkaran penyu di Banyuwangi, yaitu di Pantai Sukamade, Pantai Ngagelan dan Kalipuro.

Dan akhirnya, dengan adanya berbagai sebutan atau julukan untuk kota Banyuwangi, maka dapat dikatakan Banyuwangi layak mendapat predikat sebagai Kota dengan Sebutan Terbanyak di Indonesia dan mungkin juga dunia.

Bagaimana menurut anda ?

(www.banyuwangi.us)