PANTAI PLENGKUNG ALIAS G-LAND, TEMPAT BERSELANCAR KELAS DUNIA

Pantai Plengkung alias G-Land, surganya pecinta surfing dunia.
Salah satu pantai di Banyuwangi yang popularitasnya sudah mendunia adalah Pantai Plengkung. Hal ini karena Pantai Plengkung yang terletak di Taman Nasional Alas Purwo ini, memiliki ombak yang sangat tinggi dan besar, sehingga banyak mengundang minat para peselancar tingkat dunia untuk menaklukkannya.

Pantai Plengkung diakui sebagai spot surfing terbaik di Asia Tenggara dan ombaknya termasuk satu dari tujuh ombak terbaik di dunia.
Ombak di tempat ini sungguh besar dan konsisten merupakan hasil pengaruh arus Antartika, yang terbawa oleh Samudera Hindia. Dengan sudut teluk yang tepat, ombak yang dihasilkan adalah sempurna. Ketinggian ombaknya konon bisa mencapai 4-8 meter dengan panjang 2 km, serta memiliki formasi gelombang tujuh bersusun, sangat menantang bagi pecinta surfing untuk mencobanya. 

Ombak di pantai ini dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu Kong Waves (tinggi ombak mencapai 6-8 meter), Speedis Waves (5-6 m), dan Many Track Waves (3-4 m). Ombak tingkat terakhir (many track) biasanya digunakan para peselancar pemula untuk mengasah skill mereka.
Pantai Plengkung alias G-Land surga berselancar di tengah Taman Nasional Alas Purwa.

Selain di Pantai Plengkung, ombak sebesar itu hanya ada di Hawai dan Afrika Selatan. Dan puncak kedatangan ombak terjadi pada April hingga Agustus setiap tahunnya. Di pantai  ini pernah diadakan lomba selancar internasional Quicksilver Pro Surfing Championship pada tahun '95, '96, dan '97 serta Da Hui Pro Surfing World Championship seri III tahun ‘2003. Dengan potensi yang dimilikinya, tak pelak lagi Pantai Plengkung pun dikenal sebagai surga bagi para peselancar professional.

Pantai Plengkung yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan berlokasi di timur Teluk Grajagan ini begitu digemari para peselancar yang pada umumnya berasal dari luar negeri. Tidak mengherankan jika Pantai Plengkung lebih populer di mancanegara daripada dalam negeri. Mayoritas wisatawan justru datang dari Amerika, Brasil atau Australia. Dari para peselancar asing yang mengagumi keindahan gulungan ombak di Pantai Plengkung inilah kemudian muncul sebutan G-Landbagi Pantai Plengkung. Sehingga bagi turis asing, mereka lebih mengenal G-Land daripada Pantai Plengkung. 

Darimana asal-usul nama G-Land itu muncul?
Di balik sebutan G-Land untuk Pantai Plengkung ternyata memiliki banyak versi. Huruf “G” pada G-Land ternyata merupakan singkatan dari beberapa hal, yaitu :
1. Dari kata “Grajagan” yang merupakan nama sebuah teluk, yaitu Teluk Grajagan.
2. Diambil dari kata “Green” karena letaknya di tepi hutan tropis yang hijau. Lingkungan di sekitar Pantai Plengkung merupakan green forest, karena letaknya dikelilingi hamparan hutan pantai tropis dan hutan dataran rendah yang masih asri, maka jika dilihat dan diabadikan dalam foto dari jarak jauh, maka akan nampak berwarna kehijauan.   
3. Diambil dari kata “Great” karena ombaknya yang begitu besar, panjang dan penuh tantangan.
4.  Ada juga yang menyebutkan, Plengkung disebut G-Land karena pantainya melengkung mirip huruf G.

Sebutan pantai Plengkung bagi penduduk lokal itu karena bentuk pantainya melengkung. Bila dilihat dari citra satelit, pantai ini bentuknya memang melengkung membentuk huruf G terbalik. Posisi dan letak pantainya itulah yang membuat ombak setinggi hingga 8 meter bisa terbentuk, yang membuatnya disukai para pecinta surfing.
Pantai Plengkung alias G-Land di Banyuwangi
Pantai Plengkung alias G-Land.
Keindahan Pantai Plengkung Banyuwangi.

Bagi yang hobi surfing maka G-Land atau Pantai Plengkung merupakan wisata yang wajib di kunjungi. Anda bisa mencoba belajar surfing kilat pada para mentor yang ada di sana. Namun jika anda tidak mempunyai hobi berselancarpun tetap saja pantai ini layak di kunjungi. Menyaksikan dari dekat para surfer yang sedang berselancar di tengah laut adalah sebuah pilihan yang menarik. Untuk itu Anda bisa menyewa perahu jongkong yang bisa disii 4 orang, yang akan membawa Anda ke tengah laut. Dari sini Anda bisa mengabadikan aksi para surfer yang spektakuler.

Pengunjung juga bisa menikmati panorama alam Pantai Plengkung yang memukau dari berbagai sudut. Pihak pengelola menyediakan sebuah menara yang tidak jauh dari pantai untuk melihat keindahan Plengkung dari ketinggian.

Menara pandang di Pantai Plengkung, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.

Sunrise di Pantai Plengkung mungkin tidak terlalu bagus, karena tertutup gunung, tetapi setidaknya kita bisa menyaksikan matahari terbit pertama di Pulau Jawa. Menjelang pukul 9 pagi, pantai mulai berombak. Anda akan melihat para surfer siap beraksi dengan menenteng papan surfing masing-masing.

Selain bisa menikmati eksotisme pantai Plengkung yang sudah begitu terkenal di mancanegara, kita juga bisa menikmati panorama alam Taman Nasional Alas Purwo yang menakjubkan dengan segala habitat yang hidup bebas didalamnya. Anda masih bisa bermain di pantainya yang punya pasir putih yang halus dan bebatuan karang di tepiannya.


Pantai Plengkung punya pasir putih dan banyak bebatuan di bibir pantainya.


Ada beberapa kegiatan menyenangkan lain yang bisa dilakukan, seperti treeking (menyusuri Taman Nasional Alas Purwo dengan bersepeda atau berjalan kaki), snorkling, mancing, diving, caving, atau melihat penangkaran penyu. Bagi pecinta fotografi, view di Pantai Plengkung juga sayang untuk dilewatkan. Sunset di Pantai Plengkung tidak kalah indahnya dengan di tempat lain. Banyak wisatawan yang menunggu datangnya momen ini.

Treking berjalan kaki menyusuri 
Bersepeda mengelilingi pantai Plengkung dapat menjadi pilihan lain.
Mancing di Pantai Plengkung juga bisa dilakukan.
Perlu diketahui, ombak Pantai Plengkung yang terkenal hingga ke mancanegara ini memang tidak tidak setiap saat bisa dijumpai. Ombak besar ini hanya muncul pada bulan April sampai Oktober saja (terutama bulan Agustus) setiap tahunnya. Pada saat itu pantainya tampak bersih karena sampah-sampah di sekitar pantai terbawa ombak ke tempat lain. Diluar bulan itu, pengunjung hanya akan melihat ombak yang kecil dan tidak terlihat aktivitas surfing di sana.

Sejak tahun 1990, Plengkung dikelola oleh PT Plengkung Indah Wisata dan dilengkapi dengan fasilitas yang cukup lengkap, mulai dari Bar, Restaurant, Bungalow, Jangle Camp, dll. Juga disediakan sewa papan selancar. Semua fasilitas tersebut ditawarkan dalam bentuk dollar Amerika. Mungkin ini akan terasa mahal bagi wisatawan domestik yang berkantong pas-pasan. Wisatawan lokal umumnya jarang menginap, umumnya langsung pulang.
Pantai Plengkung tempat berselancar kelas dunia di Banyuwangi.
Salah satu sudut Pantai Plengkung alias G-Land
Namun berbeda dengan turis asing yang datang ke Plengkung untuk berselancar, sebagian besar berasal dari Bali menggunakan speed boat. Mereka menginap di camp (penginapan) di kawasan taman nasional ini. Ada tiga camp di sini, yaitu G-Land Surf & Resort, Joyo's Surf Camp dan  dan Bobby's Surf Camp. Dari ketiga camp/hotel di Pantai Plengkung yang bisa dipesan secara online adalah G-Land Surf & Resort dan Bobby's Surf Camp.

G-Land Surf & Resort
Joyo's Surf Camp
Bobby's Surf Camp

UNTUK PEMESANAN KAMAR , FASILITAS YANG TERSEDIA SERTA INFORMASI LEBIH LANJUT TENTANG  G-Land Surf & Resort, ANDA DAPAT MELAKUKAN RESERVASI SECARA ONLINE MELALUI FORM DI BAWAH INI.




Sedangkan untuk pemesanan online Bobby's Surf Camp dapat menggunakan situs Booking Online dari BOOKING.COM


 Booking.com


RUTE MENUJU PANTAI PLENGKUNG
G-Land atau Pantai Plengkung terletak di kawasan Taman Nasional Alas Purwo (Ujung Timur Pulau Jawa), Untuk dapat ke G-Land/Pantai Plengkung bisa dicapai dengan jalur darat dan jalur laut.

Melalui jalur darat dapat menggunakan angkutan umum dari arah Banyuwangi pengunjung bisa naik bus menuju Kalipahit (sekitar 60 km), dari Kalipahit dilanjutkan dengan naik ojek menuju Pasar Anyar yang berjarak sekitar 4 km, dari Pasar Anyar pengunjung bisa menumpang mobil pick-up menuju Pos Pancur (jaraknya sekitar 15 km). Sampai di Pos Pancur ini, baik kendaraan umum maupun pribadi harus diparkir dan tidak boleh meneruskan perjalanan ke Pantai Plengkung.

Pos Pancur
Dari Pos Pancur pengunjung punya dua pilihan untuk mencapai Pantai Plengkung. Berjalan kaki sejauh 9 km menuju Pantai Plengkung atau menyewa kendaraan khusus yang disediakan oleh pihak pengelola Taman Nasional Alas Purwo.

Perjalanan menuju Pantai Plengkung memang cukup berat dan perlu usaha ekstra karena jalannya tidak mulus (offroad) dan tidak beraspal. Hal ini mengingat letak Pantai Plengkung yang berada di dalam taman nasional, tidak diizinkan untuk mengubah kontur alamnya. Selain itu, konon jalan offroad ini juga bermanfaat untuk meminimalisir pencurian kayu.

Dengan kondisi tersebut pengunjung tidak diijinkan membawa kendaraan langsung ke Pantai Plengkung. Sebaliknya akses jalan ke Plengkung dijadikan saran pemberdayaan masyarakat sekitar dengan mengelola transportasi ke Plengkung menggunakan mobil pickup yang dimodifikasi untuk memuat penumpang. Satu pickup dapat mengangkut 10-12 orang dengan tarif sekitar Rp 250 ribu PP. Berapa pun jumlah penumpang tarifnya sama karena dihitung per-trip. Agar puas menikmati pemandangannya, sebaiknya pengunjung ke Pantai Plengkung datang sebelum pukul 12.00 siang karena batas waktu kendaraan yang mengantar hanya sampai pukul 17.00 WIB.

Untuk jalur laut pengunjung dapat menggunakan speedboat/perahu nelayan dari pantai Grajagan (40 km ke arah selatan Banyuwangi menuju Desa Nelayan Grajagan), dari pelabuhan rakyat Grajagan jika naik speedboat menempuh (1 jam)/ perahu nelayan (2 jam) langsung mencapai Pantai Plengkung/G-Land. Jalur laut ini juga bisa ditempuh dari Bali dengan menggunakan speed boat, yang umumnya merupakan turis asing.

Sunset di pantai Plengkung

FESTIVAL NGARAK ANCAK, WUJUD KEBERSAMAAN MASYARAKAT BANYUWANGI

Wisata Banyuwangi  -  Sebanyak 1771 Ancak diarak keliling kota Banyuwangi dalam acara Festival Ngarak 1771 Ancakyang menjadi ajang puncak hari jadi ke 243 Kabupaten Banyuwangi, 18/12/2014. Festival ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang terangkum dalam agenda Banyuwangi Festival yang digelar oleh Pemkab Banyuwangi untuk mengembangkan kepariwisataan Banyuwangi.

Dalam Festival Ngarak Ancak yang baru pertama kali diadakan ini, Ancak tersebut diarak melewati ruas jalan protokol sambil diiringi musik hadrah, kuntulan dan berbagai tetabuhan. Dengan mengenakan pakaian khas Banyuwangi, pria berbaju serbahitam dan perempuan berkebaya khas Using membawa nampan dari pelepah pisang berisi nasi dan lauk pauk. Rombongan arak-arakan tersebut dibagi menjadi dua, dari arah selatan dan utara, kemudian bertemu tepat di depan kantor Pemkab Banyuwangi. Ancak pun diletakkan berjajar dalam lima baris sepanjang 300 meter. Warga yang turut hadir spontan duduk mengitari ancak- ancak di hadapan mereka.

Festival Ngarak 1771 Ancak di Banyuwangi.
Sebanyak 1771 Ancak di arak keliling kota Banyuwangi dengan diiringan musik tradisional khas Banyuwangi.
Festival Ngarak Ancak di Banyuwangi wujud kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat Banyuwangi.

Seusai melantunkan doa bersama, warga pun serentak menyantap hidangan di atas ancak di depan mereka. Suasana pun menjadi ramai dan riuh saat warga saling berbagi nasi dan lauk, tak ubahnya pemandangan dalam sebuah kenduri akbar.

Para pejabat dan masyarakat lebur menjadi satu. Pemerintah Banyuwangi ingin membangkitkan semangat gotong royong dan kebersamaan melalui ancak untuk membangun Banyuwangi.


MAKNA ANCAK

Ancak tidak lain adalah tumpeng dalam pengertian umum. Dalam bahasa Osing, bahasa asli Banyuwangi, tumpeng biasa disebut ancak. Nasi Tumpeng Banyuwangi ini tidak berbentuk kerucut melainkan datar.

Ancak terbuat dari pelepah pisang yang dikemas menjadi bentuk bujur sangkar. Ini merupakan representasi dari empat penjuru mata angin (utara, selatan, timur dan barat). Sedangkan bagian tengah pelepah pisang yang diberi anyaman bambu dan diletakkan sebuah nasi tumpeng beserta lauk pauk, seperti pecel pitik, orem-orem tahu tempe dan telur atau daging bumbu merah, disebut "pancer limo".  Biasanya Ancak disuguhkan pada saat Maulid dan Isra' Mi'raj.
Festival Ngarak Ancak Banyuwangi
Proses pembuatan ancak.
Dalam festival ngarak ancak, terdapat 1771 Ancak yang diarak keliling kota. Mengapa 1771 Ancak? Ancak yang berjumlah 1.771 buah itu sesuai tahun peristiwa pertempuran rakyat Banyuwangi melawan Belanda yang terjadi di wilayah Rowo Bayu, Kecamatan songgon, pada 18 Desember 1771. Dalam pertempuran yang disebut Puputan Bayu itu, rakyat Banyuwangi mengerahkan kekuatan besar-besaran. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Banyuwangi.

Menurut pemerhati budaya Banyuwangi, Aekanu, "Makna ancak adalah perlambang bahwa manusia dipengaruhi oleh berbagai hawa nafsu. Kemudian ada "Pancer limo" yang melambangkan keesaan Tuhan yang akan mengingatkan manusia agar tak salah langkah.”

Ancak sendiri bagi masyarakat Banyuwangi mengandung filosofi sebagai simbol kebersamaan dan persaudaraan masyarakat yang cukup kuat. Satu ancak, dikelilingi sekitar 4 hingga 6 orang. Mereka bergotong royong menghabiskan makanan. Saat menikmati ancak, mereka bertukar ancak. Mereka tidak  memakan ancak yang dibuatnya sendiri. Apa pun makanan yang didapat, tak peduli lauknya, mereka tetap akan menyantapnya dengan ikhlas. Ini menunjukkan wujud solidaritas dan menerima atas rejeki yang ditetapkan oleh sang Khalik.

Dalam tradisi masyarakat Banyuwangi, ancak biasanya dibuat untuk acara syukuran kampung. Namun sekarang ancak dipakai untuk syukuran hari jadi kabupaten, sekaligus diangkat menjadi salah satu wisata budaya andalan Kabupaten Banyuwangi untuk menarik wisatawan dalam kemasan Festival Ngarak Ancak

ANEKA KULINER UNIK DAN KHAS BANYUWANGI

Wisata Banyuwangi - Salah satu daya tarik/ identitas suatu daerah terletak pada kekhasan/kekayaan kulinernya. Seperti halnya daerah lain di Indonesia yang memiliki kuliner yang beraneka macam, Banyuwangi juga memiliki sejumlah kuliner yang khas dan unik. Meskipun tidak semua kuliner tersebut merupakan   namun ada beberapa diantaranya  yang mempunyai akar budaya masyarakat Banyuwangi dan  diakui sebagai kuliner aslikota Banyuwangi.

SEGO TEMPONG
Kuliner Sego Tempong khas Banyuwangi.
Bisa dikatakan inilah kuliner paling popular dan sering diidentikkan sebagai kuliner khas dan asli Banyuwangi. Sego Tempong dapat ditemui di semua wilayah Banyuwangi. Nama Sego Tempong berasal dari rasa pedas sambal yang membuat wajah memerah serasa ditampar (ditempong).

Sego Tempong disajikan dengan beragam sayuran, seperti daun ketela, timun, kacang panjang, terung dan lainnya. Lauk pendampingnya bisa apa saja, namun yang tidak akan ketinggalan adalah tempe dan tahu goreng, ikan asin dan perkedel jagung. Nasi panas beserta lauk pauknya tersebut disajikan dengan Sambal yang khas.

RUJAK SOTO
Rujak Soto merupakan perpaduan antara dua kuliner berbeda, yaitu Rujak dan Soto. Semangkuk Rujak Soto terdiri dari aneka sayuran, lontong, tahu, tempe yang dicampur bumbu kacang, kemudian disiram dengan kuah soto berisikan kulit sapi atau babat. Perpaduan dua kuliner ini menghasilkan cita rasa yang khas dan unik. Pokoknya maknyus.

Satu mangkuk rujak soto berisi lontong, mentimun, sayur-sayuran matang, potongan tahu-tempe, dan irisan daging. Yang istimewa tiap mangkok akan diberi bumbu rujak yang terdiri dari gilingan kacang tanah, gula merah, pisang batu muda, petis, garam, dan cabai rawit.
Semua bahan ini lalu disiram kuah soto bening. Perpaduan bumbu rujak dan kuah soto inilah yang membuat sajian tersebut dinamai rujak soto.

AYAM PEDES

Kuliner Ayam Pedas Rantinem Genteng, Banyuwangi
Ayam Pedes adalah ayam yang dimasak dengan kuah bersantan yang dibumbui rempah-rempah lengkap, ditambah cabai yang dibiarkan utuh. Kuahnya sekilas mirip kari ayam tapi warnanya putih susu, bukan kuning, karena menggunakan santan tanpa kunir. Sesuai namanya, Ayam Pedes dominan rasa pedas yang sangat kuat. Penikmat makanan pedas akan mendapatkan tantangan dari masakan yang super pedas ini.

Ayam Pedes mudah ditemui di warung makan di daerah Genteng dan sekitarnya. Salah satu warung yang identik dengan Ayam Pedes adalah warung Rantinem yang terletak di samping Kantor Pos Genteng.

SEGO CAWUK

Sego Cawuk, Kuliner khas suku Using Banyuwangi
Sego cawuk paling cocok dinikmati sebagai sarapan pagi atau saat makan siang. Sebutan Sewo Cawuk bagi kuliner ini karena asal muasalnya, cara memakannya tidak menggunakan sendok, tapi langsung menggunakan tangan, di-cawuk.

Sego Cawuk terdiri dari nasi dengan campuran kuah yang terbuat dari parutan kelapa muda yang diberi air matang, dilengkapi jagung muda yang dibakar dan dicampur dengan timun serta dibumbui cabai, bawang merah, bawang putih dan sedikit asam sehingga rasanya pedas segar. Bisa juga  ditambahkan dengan kuah pindang khas Banyuwangi yang terbuat dari gula pasir yang dimasak gendam, sehingga menghasilkan kuah yang manis dan bening.

Cara masak gendam ini hanya ada di Banyuwangi, yaitu gula pasir secukupnya dipanaskan di atas wajan sehingga lumer. Setelah berbentuk pasta langsung diberi air secukupnya, dan juga dibumbui seperti lengkuas, daun salam dan garam.

Sebagai lauk pendamping, Sego Cawuk disantap bersama ikan asin, pepesan ikan laut pedas dan telur ayam atau itik rebus. Bagi yang suka pedas bisa menambahkan sambal tomat.

Mak Mantih penjual Nasi Cawuk di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.

Di Banyuwangi, tidak mudah mendapatkan kuliner ini. Hanya di warung-warung tertentu saja yang menyediakan menu Sego Cawuk. Seperti di samping Gedung Wanita Banyuwangi, itupun hanya ada di pagi hari saja. Di Dusun Prejengan, Desa Rogojampi, Kecamatan Rogojampi juga ada warung milik Mak Mantih (72) yang menyediakan menu Sego Cawuk. Warungnya mulai buka jam 6 pagi sampai jam 10 siang, karena Sego Cawuk ini memang pasnya buat menu sarapan.

PECEL PITIK

Kuliner Pecel Pitik khas suku Using, Banyuwangi.
Diantara jajaran kuliner Banyuwangi, makanan asli suku Using ini sulit ditemukan di tempat makan umum. Karena kuliner ini merupakan bagian dari acara adat suku Using yang hanya disajikan pada waktu-waktu tertentu. Bagi warga desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Pecel Pitik  biasanya disajikan pada upacara adat atau kegiatan budaya lain, seperti kegiatan bersih desa, ritual adat selamatan dan pembukaan hajatan. Dalam kesehariannya, warga tidak rutin memasaknya sebagai konsumsi.

Pada dasarnya pecel pitik itu ayam kampung dicampur dengan parutan kelapa muda. Ayam yang digunakan adalah ayam yang belum kawin atau masih muda supaya tidak alot saat dimakan.
Cara membuat Pecel Pitik khas Banyuwangi.

Cara memasak pecel pitik sangatlah mudah. Ayam kampung setelah dibersihkan dibakar hingga matang. Pecel Pitik diolah dengan parutan kelapa muda yang dicampur dengan kacang yang sudah dihaluskan. Kacang yang sudah disangrai itu dicampur dengan beragam rempah seperti garam, kemiri yang digoreng, parutan kelapa yang tidak terlalu tua dan cabai merah dan cabai kecil secukupnya. Selanjutnya, bumbu tersebut dicampur bersama ayam kampung yang sudah dipotong dalam beberapa bagian. Untuk menyedapkan aroma, ditambahkan perasan jeruk nipis.

Kuliner Pecel Pitik khas Banyuwangi

Di wilayah lain yang juga terdapat suku Using, seperti di daerah Rogojampi dan Gontoran, Pecel Pitik dihidangkan secara basah karena ditambahkan sedikit kuah dari air kelapa muda. Tapi citarasanya sama-sama nikmat dan pasti maknyus.

PECEL RAWON
Pecel Rawon merupakan perpaduan antara pecel dan rawon. Pecel yang terdiri dari sayuran yang diberi bumbu kacang, kemudian disiram dengan kuah rawon daging. Berbeda dengan rujak Soto yang menggunakan lontong, pecel Rawon memakai nasi.

Salah satu tempat yang menyajikan menu Pecel Rawon yang populer adalah Rumah Makan Pecel Ayu di Jalan Laksda Adisucipto 60, Banyuwangi.

Di sini Pecel rawon disajikan lengkap dengan menu lauk-pauknya. Jika Anda pesan seporsi pecel rawon, akan datang sepiring nasi pecel yang berisi sayuran rebus, seperti bayam, taoge, kacang panjang, dan sambal pecel, ditambah kuah rawon. Pelengkapnya, udang goreng, empal sapi, ragi, paru goreng kering, dan remukan rempeyek kacang.

SOP KESRUT

Kuliner Sup Kesrup khas suku Using, Banyuwangi.
Sop Kesrut, nama kuliner yang satu ini mungkin asing bagi warga luar Banyuwangi. Atau tidak sedikit warga Banyuwangi sendiri yang belum mengenalnya. Kuliner kuno suku Osing ini salah satu hidangan yang mulai langka ditemukan.

Di Banyuwangi, hanya ada beberapa warung saja yang sediakan menu ini. Salah satunya warung milik Rodiyah (50), di Dusun Krajan Desa Segobang, Kecamatan Licin, Banyuwangi. Persisnya di pertigaan jalan menuju Ijen Resto.

Isi dari Sop Kesrut terbilang sederhana. Yakni hanya kaldu kental dan belungan ayam kampung didalamnya. Adapula daun bawang didalamnya yang menambah kesan segar pada kuahnya. Meski sederhana, Sop Kesrut merupakan menu yang paling dicari para penikmatnya.

Rasa kaldunya yang gurih, sedikit asam serta pedas menjadi ciri khasnya. Biasanya, Sop Kesrut disantap bersama nasi berlauk daging ayam kampung goreng. Yang menjadi unik, meski sangat pedas, Sop Kesrut wajib dinikmati dengan sambal tempong yang pedasnya minta ampun.

Jika sudah begitu, maka dijamin hidung akan meler karena menahan sengatan pedasnya Sop Kesrut. Konon, dinamakan Sop Kesrut, karena setiap orang yang menyantapnya akan 'kesrut-kesrut' menahan ingus yang akan keluar dari hidungnya

KUPAT LODOH


Kuliner Kupat Lodoh khas Banyuwangi.
Kuliner Kupat Lodoh ini umumnya hanya dijumpai pada saat lebaran Idul Fitri dan lebaran Idul Adha. Namun jika anda berkunjung ke warung Wouese yang berada di Jalan Idjen, persis di depan lapangan di Kecamatan Glagah, Anda bisa menikmati salah satu kuliner suku Using ini. Si pemilik warung sengaja menyajikan Kupat Lodoh agar masyarakat bisa menikmati setiap saat.

Kupat Lodoh adalah kupat (ketupat) yang disajikan dengan ayam yang dimasak dengan lodoh. Rahasia kenikmatan Kupat Lodoh memang terdapat pada rahasia bumbu lodohnya. Lodoh dibuat dari parutan kelapa yang sudah tua, lalu disangrai tanpa minyak. Setelah kering selanjutnya ditumbuk sampai halus dan keluar minyaknya. Bentuknya seperti pasta yang lembut.

Setelah lodoh siap, bumbu halus yang terdiri dari merica, kemiri, ketumbar, pala, jahe, jinten, kayu manis, cabai besar, cabai rawit, laos, kunir, serai, garam dan gula dihaluskan.

Setelah dihaluskan, bumbu ditumis dan ditambahkan air secukupnya, kemudian dimasukkan lodohnya. Setelah mendidih baru ayamnya dimasukkan dan dimasak jadi satu selama kurang lebih setengah jam agar bumbunya masuk. Ayam yang digunakan harus ayam kampung dan digoreng sebentar saja.

Sepotong ayam dengan bumbu lodoh dinikmati dengan ketupat terasa tercampur sempurna di mulut. Bumbu lodoh yang gurih dan sedikit pedas menyatu bersama dengan ayam kampung . Warna kuahnya yang berwarna cokelat pas dicocol dengan ketupat janur. Rasa gurih dari kelapanya dijamin akan membuat Anda ketagihan.

LONTONG CAMPUR

Kuliner Lontong Campur khas Glenmore, Banyuwangi.
Jika Anda berkunjung ke Banyuwangi melalui Jember, maka Anda akan melewati sebuah kecamatan yang memiliki nama yang terdengar asing dan kebarat-baratan, yaitu Glenmore. Daerah yang memiliki banyak perkebunan ini punya kuliner unik yang tidak ditemui di tempat lain. Lontong Campur namanya, tapi lebih dikenal dengan sebutan Campur. Penjualnya tak banyak, hanya beberapa orang di pasar Desa Sepanjang yang lebih dikenal sebagai Pasar Glenmore. Ya, inilah makanan yang membuat kangen warga Glenmore, terutama penduduk Sepanjang, yang hidup di perantauan. Tak heran jika idul fitri tiba, penjual campur jadi tujuan favorit kaum perantauan.

Bahan dasar lontong campur adalah, Bawang merah, bawang putih, Bawang Pre, Kecengal, jahe cengkeh, merica dan Cabe Merah  ditambah potongan daging sapi yang menjadi bahan dasar dari Kuah Campur.  Selanjutnya dalam penyajiannya kuah yang sudah diracik sedemikian rupa ditambahkan Mie Putih (Mie Bakso). Adapun bahan tambahan yang lain adalah kacang tanah digoreng selanjutnya diracik dengan garam, cabe rawit dan petis Madura ( petis  berbahan dasar ikan laut) menjadi bumbu yang  dihaluskan menjadi satu yang dicampur dengan air.

Tingkat kepedasan Lontong Campur disesuaikan dengan selera pembeli. Rasa gurih dan hangatnya membuat makanan ini lebih cocok dikudap di malam hari, terutama dengan rasa pedas saat cuaca sedang hujan. Apalagi jika ditambah kerupuk bawang putih atau kerupuk puli dan cocolan petis.

Di pagi hari, ada sejumlah penjual di Pasar Glenmore yang melayani pembeli sampai siang hari, sekitar pukul 10.00. Sedangkan di malam hari, hanya ada dua penjual di pinggir jalan raya depan pasar dengan letak yang tidak berjauhan. Meski pada awalnya makanan ini dijual untuk warga Madura, lambat laun campur menjadi kuliner khas Glenmore yang tidak ditemukan di kawasan lain. Ingat Glenmore, pasti ingat campur.


BOTOK TAWON
Kuliner Batok Tawon khas Banyuwangi.
Tawon atau lebah biasanya diambil madunya, namun di Banyuwangi ada kuliner yang memanfaatkan rumah atau sarang tawon untuk diolah menjadi masakan yang lezat dan gurih. Orang Banyuwangi menyebutnya Botok Tawon. Meskipun tidak terlalu populer tapi penikmat Botok Tawon cukup banyak. Namun sayangnya, tidak mudah mendapatkan Botok Tawon, karena memang tidak mudah mendapatkan bahan bakunya, yaitu sarang tawon. Hanya di beberapa tempat saja kita bisa mendapatkannya, seperti di pasar tertentu di Banyuwangi.

Salah satu penjual Botok Tawon adalah Bu Misnah, warga Desa Lemahbang Kulon, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. Di warungnya yang sederhana, sedikitnya setiap hari Bu Misnah memasak 10 kilogram sarang dan anak tawon yang dibeli dari pedagang yang mengantarnya langsung ke tempatnya.

Cara mengolahnya cukup praktis. Pertama-tama rumah tawon tadi dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil. Potongan sarang dan anak lebah lalu dimasukan pincukan daun pisang, dengan ditambahkan bumbu berupa cabe, gula merah, asam, tomat, dan bawang merah. Selanjutnya dikukus dalam dandang. Setelah daunnya layu berarti Botok Tawon sudah matang dan siap disajikan.

Batok Tawon Banyuwangi.

Untuk menjaga cita rasa, Bu Misnah tetap menggunakan kayu untuk memasak botok tawonnya. Ia mengaku mendapatkan resep dari ayahnya yang sudah berjualan sejak tahun 1981.

Jika ada yang memesan, biasanya Bu Misnah akan meletakkan botok tawon di piring yang berbeda. "Pelanggan biasanya pesan nasi pecel dan botok tawon ini sebagai lauknya," jelasnya.

 Botok tawon buatan Bu Misnah ini memiliki paduan rasa unik, 5 rasa sekaligus, Yakni gurih, manis, pedas, asam, dan asin. Seporsi botok tawon harganya bervariasi, antara Rp 5.000 hingga Rp 19.000 tergantung lauk pauk yang dipilih.


Botok tawon diyakini bisa meningkatkan gairah stamina khususnya untuk kaum pria.  Namun bagi yang tidak tahan, makan Botok Tawon bisa mengalami alergi gatal-gatal di sekujur tubuh. Jadi yang punya bibit alergi sebaiknya memang berhati-hati memakan Botok Tawon.

SAYUR DAN SAMBEL LUCU 

Kuliner Sayur Lucu khas suku Using Banyuwangi.
Menyebut namanya Anda mungkin akan tertawa, karenanya kuliner khas suku Using Banyuwangi ini namanya memang Sayur dan Sambel Lucu. Namun kalau Anda sempat mencicipinya, dijamin tidak akan membuat Anda tertawa, karena menu kuno asal Banyuwangi ini memiliki cita rasa yang khas seperti namanya. Dan kuliner ini hanya terdapat di desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Sekilas tampilan Sayur lucu mirip sup tapi warna kuahnya lebih bening dan sayuran yang dimasak bukan sayuran sup seperti wortel dan buncis,  tapi mirip laos berdaun lebar. Itulah tanaman lucu yang menjadi bahan sayur lucu. 

Lucu sendiri adalah tanaman yang secara fisik mirip dengan tanaman laos yang tumbuh secara berkelompok dan tingginya bisa mencapai 1 meter, berdaun lebar. Bagian batang atau bunga tanaman lucu ini oleh masyarakat suku Using diambil untuk diolah menjadi sayur atau sambal.  Bagian batang yang bentuknya sekilas mirip sereh itu tersebut diiris kecil-kecil.

Saat dicicipi, kuah sayur lucu ini rasanya segar dan ada asam manisnya seperti sayur asam. Bau sayur lucu agak langu dan rasanya mirip dengan sirih dan sedikit ada rasa mint, memberikan cita rasa yang khas.  Biasanya sayur lucu diolah dengan potongan daging dan tulangan ayam kampung yang diberi kuah dengan bumbu bumbu sederhana. Lauk pendampingnya adalah ayam kampung goreng dan ikan asin.

Sayur lucu ini akan lebih lengkap bila dihidangkan dengan sambal lucu juga.  Sambal lucu berbahan irisan-irisan batang lucu dicampur dengan irisan kacang panjang serta gerusan Lombok, rasanya dijamin mantap dilidah.

Kuliner Sambal Lucu khas suku Using, Banyuwangi

Tanaman lucu juga memiliki khasiat obat. Caranya dengan memanfaatkan umbi batang lucu lalu dibakar, dan selanjutnya dikunyah.  Khasiatnya untuk meredakan sakit batuk.

Sayangnya Sayur dan sambal lucu ini tidak bisa dinikmati setiap saat, karena hanya dijumpai saat ada acara hajatan seperti pernikahan atau ritual menaikkan killing, yaitu baling-baling tradisional sebagai alat pertanian.

Demikianlah sekilas kuliner khas Banyuwangi yang bisa Anda nikmati ketika berkunjung ke kota yang terkenal dengan sebutan kota Gandrung ini. Belum lengkap rasanya jika datang ke Banyuwangi tanpa mencicipi kulinernya. Setidaknya Anda perlu mencoba beberapa menu diantaranya sesuai dengan selera Anda.

WISATA SPIRITUAL CANDI AGUNG GUMUK KANCIL

Candi Agung Gumuk Kancil, Glenmore, Banyuwangi.
Candi Agung Gumuk Kancil - Candi Agung Gumuk Kancil terletak di di Dusun Wonoasih, Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore, Bannyuwangi. Candi bermotif Prambanan itu digarap selama 132 hari dengan dana Rp 150 juta. Diresmikan pada 11 Agustus 2002.


Lokasi candi yang berada tepat di Petilasan Maha Rsi Markandeya ini mudah dijangkau, untuk mencapainya bisa menggunakan kendaraan roda empat. Jaraknya sekitar 80 kilometer dari kota Banyuwangi ke arah barat.

Lokasi candi yang berada di pinggir hutan milik Kesatuan Pemangku hutan (KPH) Perhutani Banyuwangi Barat itu sebenarnya dibuka untuk umum. Selain lokasinya bagus, tempat itu oleh umat hindu disucikan karena dipercaya sebagai petilasan Maha Rsi Markandeya, seorang tokoh penyebar agama Hindu pertama di jawa. Di lokasi itu ada beberapa tempat yang dikeramatkan. Selain candi Agung gumuk kancil juga ada Pura Puncak Raung dan Beji.

                                                        Candi Agung Gumuk Kancil
Candi Agung Gumuk Kancil, glenmore, Banyuwangi.


Pengunjung Candi Agung Gumuk Kancil tidak hanya sebatas umat Hindu yang ingin bersembahyang, namun ada juga kalangan penganut kejawen yang datang untuk meminta nasihat spiritual kepada pemangku kompleks candi sambil berdiskusi dan bermeditasi. Ada juga yang melakukan kaulan. Jika kaulnya dikabulkan, biasanya mereka datang lagi untuk menggelar ritual.

Candi Agung Gumuk Kancil berstatus cagar budaya. Tempat ini masuk salah satu tujuan wisata spiritual yang ditetapkan Pemkab Banyuwangi. Namun, biaya perawatan candi, masih mengandalkan sumbangan dari pengunjung.

Sejak dulu Gumuk Kancil dikenal mistis. Sebelum ada pura, pengikut kejawen sering bersembahyang di tempat ini. Para pemburu binatang pun sebelum berburu berdoa di sini. Candi Agung Gumuk Kancil juga menjadi tempat pengikut kejawen untuk meditasi. Mereka juga banyak datang dari luar Kabupaten Banyuwangi. Sehari-harinya, candi ini dipelihara 11 KK umat Hindu yang bertempat tinggal di sekitar candi.

ASAL USUL CANDI AGUNG GUMUK KANCIL
Keberadaan Candi Agung Gumuk Kancil tidak lepas dari sosok Maha Rsi Markandeya, tokoh spiritual abad ke-7 masehi. Sebelum hijrah ke Bali, Rsi Markandeya hidup dan memiliki pasraman di lereng Gunung Raung, Banyuwangi.

Zaman dulu di sepanjang lereng Raung dipercaya menjadi wilayah pasraman yang ditempati masyarakat Jawa Aga (sebutan untuk masyarakat yang tinggal di lereng selatang gunung Raung). Pasramannya dikenal dengan sebutan Diwang Ukir Damalung membentang dari Banyuwangi hingga Besuki, Situbondo. Komunitas Hindu di lereng Raung tersebar di dua dusun, Sugihwaras dan Wono Asih, Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore. Dua dusun terpencil ini berlokasi di lereng selatan Raung.
 
Dikisahkan, Rsi Markandeya mengajak sekitar 800 pengikut menyeberang ke Bali. Sampai di pegunungan Toh Langkir, Besakih, Karangasem, sebagian besar pengikutnya meninggal akibat terserang penyakit. Setelah bermeditasi, Rsi Markandeya bersama sebagian pengikutnya kembali lagi ke lereng Raung. Keanehan muncul, pengikutnya mendadak sembuh setelah mandi di lereng Raung. Karena itu tempat tersebut kemudian disebut dengan nama Sugihwaras (sugih = kaya, waras = sehat). Mayoritas penduduk Sugihwaras sekarang pemeluk Hindu.

Kemudian, Rsi Markandeya kembali ke Bali disertai sekitar 400 pengikut, mengangkut bale agung dari Raung. Sang Rsi juga membawa panca datu, lima jenis logam yang menjadi cikal bakal upacara di Bali. Di Bali bekas perjalanan Rsi Markandeya bisa ditemukan di Pura Raung, Tegalalang, Gianyar.

Kepastian bekas kehidupan Resi Markandeya di lereng Raung diketahui warga sekitar tahun 1966. Saat itu Agama Hindu sedang berkembang setelah terjadi pergolakan politik peristiwa G 30 S/PKI. Pengikut ajaran kejawen memilih Hindu sebagai patokan sembahyang. Setelah itu, warga yang hidup di pinggir hutan Raung, tepatnya di Gumuk Kancil menemukan sebuah genta terbuat dari kuningan.

Sejak itu, sejumlah peralatan sembahyang lainnya sering ditemukan, seperti arca Siwa. Kebanyakan barang itu terbuat dari bahan kuningan. Warga juga banyak menemukan perabot rumah tangga seperti cangkir, uang kepeng, tempat tirta, kendi. Hampir seluruh benda itu ditemukan dalam timbunan tanah.

Warga pun menemukan bekas bangunan candi di tengah hutan, terbuat dari batu padas berukir indah. Sebuah arca Siwa lingam juga ditemukan di tempat ini. Lokasinya di tengah hutan Gumuk Payung, Kecamatan Sempu, sekitar lima kilometer arah timur lereng Raung.

Bagi umat Hindu Sugihwaras, Rsi Markandeya menjadi panutannya. Untuk mengenang ajarannya, umat setempat membangun sebuah candi di Gumuk Kancil. Bentuknya menyerupai batu di atas bukit. Letaknya menghadap ke puncak gunung. Umat Hindu meyakini inilah bekas tempat pertapaanya Rsi Markandeya.

Candi di Gumuk Kancil itu terbuat dari batu andesit yang konon didatangkan dari puncak Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Agung di Bali, dibangun tahun 2001. Arsiteknya tokoh spiritual kejawen yang juga juru kunci Candi Prambanan, Yogyakarta, Dulhamid Jaya Prana. Berdirinya candi bertepatan dengan purnama kanem penanggalan Jawa.

Candi yang berdiri di lahan seluas 25 are itu dilengkapi dengan arca Maha Rsi Markandeya, Ciwa dan Budha. Semuanya berbahan baku batu merapi. Selain itu juga ada bale pawedan, tempat sesajen dan senderan.

Batu yang digunakan di Candi Agung Gumuk Kancil diusung dari Gunung Agung Bali dan Muntilan, Jawa Tengah. Jenis batu dari Gunung Agung adalah andesit. Batu tersebut sengaja didatangkan dari Bali dan Jateng, dengan maksud menyatukan kembali tali perkawinan putri Gunung Agung dengan putra Jawa Tengah. Selain itu, dengan perpaduan ini ada maksud ingin mengembalikan sejarah perjalanan ritual Maha Rsi Markandeya yang dimulai dari Jawa menuju Bali. Candi Agung Gumuk Kancil sengaja bermotif Prambanan karena Prambanan dikenal sebagai candi terbesar umat Hindu. Karena itu candi ini menjadi simbol persatuan Jawa-Bali.

Di candi setinggi 13 meter itu terdapat tiga arca utama, yakni arca Siwa Mahadewa di sisi timur, arca Rsi Markandeya dan Tri Murti di sisi barat. Di depan terdapat pintu utama candi untuk pemujaan.

MENJADI TUJUAN WISATA SPIRITUAL

Selain Candi Agung Gumuk Kancil, banyak tempat lagi di sekitar Dusun Sugihwaras yang bisa dijadikan objek perjalanan spiritual. Seluruh lokasi ini diyakini bekas perkampungan kaum Jawa Aga pada masa Rsi Markandeya. Selain Candi Agung Gumuk Kancil sedikitnya ada tiga lokasi, yakni Partirtan Sumber Urip, Watu Gantung dan situs Candi Gumuk Payung. Empat lokasi ini letaknya terpisah, namun bisa ditempuh dalam sekali perjalanan.

Diantara ketiganya, yang dirasakan paling mistis adalah Patirtan Sumber Urip. Letaknya sekitar satu kilometer arah utara Gumuk Kancil. Mata air alami ini ditemukan tahun 1990-an. Sebelumnya mata air ini tertimbun hutan lindung. Sumber Urip merupakan mata air alami yang keluar dari batu.

Sejak tahun 2007, umat Hindu setempat membangun kawasan ini secara swadaya. Tepat di atas mata air utama didirikan sebuah arca Dewi Gangga yang membawa kendi. Dari sumber utama air dialirkan menggunakan 8 kepala naga. Aliran air tersebut kemudian diarahkan ke persawahan warga.

Tempat ini biasanya digunakan sebagai mendak tirta, mengambil air suci, untuk persembahyangan. Hampir tiap hari ada pengunjung datang ke mari. Rata-rata mereka peziarah spiritual. Beberapa di antaranya mengambil airnya untuk dibawa pulang. Kini, umat Hindu setempat mulai memperluas kawasan itu sebagai lokasi pemujaan. Perhutani juga mengizinkannya sebagai kawasan penyangga hutan lindung. Luasnya sekitar 100 m2. Sejak kawasan ini ditetapkan sebagai cagar budaya, masyarakat dilarang menebang pohon dan mengotori lokasi tersebut.

Watu Gantung, glenmore, Banyuwangi.

Dari lokasi mata air Sumber Urip, sekitar 1 km ke arah utara terdapat Watu Gantung. Untuk mencapainya harus berjalan kaki. Watu Gantung adalah batu yang menggantung. Tempat ini juga diyakini masih berkaitan dengan perjalanan Rsi Markandeya.

Lokasi lainnya Pura Puncak Raung dan Pura Giri Mulyo. Dua tempat suci ini berlokasi di bawah Candi Agung Gumuk Kancil. 
Sedangkan letak situs Candi Gumuk Payung agak jauh dari lokasi candi di Gumuk Kancil. Untuk mencapainya pengunjung bisa menggunakan kendaraan roda empat hingga ke pintu gerbang situs.

MATA AIR SUMBER BEJI



Tak jauh lokasi Pura Candi Agung Gumuk Kancil, di area tanah milik Perhutani, yang hanya berjarak sekitar 250 meter, terdapat sebuah mata air Sumber Beji yang dipercaya berkhasiat menyembuhkan penyakit. Bagi sebagian warga, mata air Sumber Beji yang berada di Dusun Wonoasih, Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi ini menjadi alternatif penyembuhan, terutama untuk pengobatan penyakit rematik.
Jalan menuju mata air Sumber Beji, Candi Agung Gumuk Kancil
Jalan menuju  Mata Air Sumber Beji

Untuk mencapai mata air yang berada di salah satu kaki Gunung Raung tersebut, para pengunjung bisa mencapainya dengan berjalan kaki, sedangkan kendaran bermotor tidak bisa melewatinya.


Adalah Suparman (62) Pemangku Pura Candi Agung Gumuk Kancil yang sering mengantar pengunjung ke lokasi dengan jalan kaki menyusuri jalan setapak.
Menurut Suparman, Mata Air Sumber Beji ada empat sumber, yang tempatnya pun tak jauh lokasi yang lain. Tempatnya juga saling berhimpitan atau berjajar.

"Air itu sering dimanfaatkan oleh para pengunjung sebagai Air Tirta dan juga sekedar buat mandi ataupun membasuh muka," katanya.


mata air Sumber Beji, Glenmore

Mata air Sumber Beji sudah memiliki nama sendiri – sendiri yaitu, pertama Dewi Gangga, Dwi Parwati, Dewi Sri, dan yang terakir adalah Dwi Saraswati. Selain digunakan sebagai tempat sembahyang umat hindu, tempat ini juga sering digunakan untuk mandi oleh warga.

Sumber tersebut kini telah dibangun kolam yang berbentuk setengah lingkaran. di bagian luarnya terdapat delapan pancuran mata air. Persis berada di tengah bagian atas pancuran terdapat patung Dewi Saraswati, adalah seorang Dewi yang dikenal sebagai Dewi Air.

Sumber beji, Glenmore.





Menurut Suparlan, juru kunci Mata Air Sumber Beji, sejarah sendang tersebut masih erat kaitannya dengan seorang tokoh besar penyebar agama Hindu di indonesia, yakni Maha Rsi Markandeya, yang tidak lain merupakan penyebar agama Hindu di Indonesia.

Rute Menuju Candi Gumuk Kancil :
  • Dari Kecamatan Genteng ke utara sejauh 7 km menuju kecamatan Sempu.
  • Dari Kecamatan Sempu menuju desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore sejauh 3 km melewati stasiun Kalisetail dan stasiun Sumberwadung.
  • dari desa Sumbergondo menuju dusun wonoasih sejauh 2 km mengikuti petunjuk jalan menuju lokasi.